Seperti biasa Lebaran adalah sesuatu yang menakutkan bagi para
jomblo seperti aku. Lebaran ini seolah-olah menjelma menjadi Azkaban dengan
banyak Domentor di dalamnya, menyedot kebahagian. Lah, bagaimana ga KZL?
Apalagi kalau bukan teror para tetua di kampung tentang pasangan dan
pernikahan. Ini sangat seram. Yang lebih menyeramkan lagi ketika para
sepupu-sepupu yang lebih kecil dari aku datang silaturahmi sudah dengan membawa
pasangan masing-masing. Rasanya ingin lenyap dari dunia dan pindah ke planet lain
untuk sementara, ke Saturnus bolehlah ya?.
Lebih ga paham adalah yang
jomblo aku dan yang repot semua orang; repot menjodohkan dengan yang ini yang
itu, repot ngasih saran, repot menyemangati, repot menceramahi yang ini yang
itu, seperti injury time yang dimiliki para wanita misalnya.
"May, inget loh. Sekarang
sudah dua empat. Target dua lima atau lebih cepat lebih bagus. Kalau kelamaan
susah, kita perempuan bakal punya anak....." bla bla bla, sila
lanjutkan.
Dan faaakkkkk dengan apa itu
injury time dan punya anak dan sebagainya dan sebagainya. Serius, Gulrs (yang
sudah dua empat dan masih jomblo kayak aku). Hal kayak gituan, okelah kalau
kamu pikirkan. Ga salah. Yang salah adalah kalau hal itu menguras pikiran kamu
sehingga mengabaikan hal-hal yang lebih krusial dari pada menikah dan punya anak.
Biasanya kalau hal ini terjadi,
aku cuma bisa senyum-senyum terpaksa, iyain aja. Jangan menyalahkan mereka,
para tetua. Mereka ga pernah salah, karena mereka sudah lebih banyak memakan
garam dari pada kita. Jadi senyum sudah cukup. Anggaplah ini cobaan sepagi yang
ketika menjelang siang semua sudah lelah dan perlahan usai saat libur lebaran
selesai. Sibukkan diri kembali dengan kerja, kerja, kerja dan lupa. Jangan
terlalu diambil hati.
***
Terus,
Sekarang aku pengin curhat
dikit tentang kerempongan para tetua di kampung. Jadi gini,
"Besok kalau Mayasitha
menikah, kayaknya Mayasitha emoh deh mas kawinnya seperangkat alat sholat"
Celetukku saat itu di sore hari Raya. Seketika serumah histeris kaget.
"Mau jadi istri apa kamu
besok?" Sautan yang begitu nyelekit.
"Ya harus itu mas kawin
seperangkat alat sholat. Ga bisa gitu"
"Kenapa ga bisa? Bisa
kok" Pokoknya aku memaksa sebagai jomblowati yang punya cita-cita.
"Terus kamu maunya mas
kawin apa besok pas nikah kalau bukan seperangkat alat sholat? Kamu mau jadi
istri durhaka?"
"Kamu besok itu kalau jadi
istri harus yang sholelah. Yang nurut sama suami. Harus mulai belajar
masak, harus pinter ngurusin rumah. Berhenti petakilan, nanti ga
laku-laku"
"Itu terdengar seperti
membosankan!"
"Apanya?"
"Jadi istri sholehah"
"Waahhh... gini nih gini
nih. Pantes ga nikah-nikah..." bla bla bla meehh.
Sumpah, ini jadi perdebatan
yang panjang dan serius hanya karena aku bercita-cita pengin mas kawin dan itu
bukan seperangkat alat sholat. Benar-benar diserang. Rasanya saat itu apa?
Biasa aja sih sebenarnya. Karena sudah.. ahsyaudahlaahh.
"Jadi kamu besok ketika
nikah, penginnya mas kawin apa kalau bukan seperangkat alat sholat?"
"Koleksi novel,
perpustakaan pribadi sekalian juga ga apa-apa malah boleh banget" Seketika
satu rumah hening. Hening. Hening.
Kemudian pecah. Riuh.
"Kalau kayak gitu, kamu ga
bakal nkah-nikah, May!"
Ada yang tertawa. Ada yang
geleng-geleng kepala. Ada banyak reaksi. Pastinya bukan reaksi apresiasi karena
aku yang punya mimpi, tapi reaksi yang.... What the hell???
Tapi faaakkk dengan
semuanya.
***
Dan inti dari curhatan ini apa?
Hanya uneg-uneg dari aku yang
jomblo dan itu ga penting sama sekali. Aku cuma percaya, banyak di luar sana,
para jomblo mengalami dan merasakan hal yang sama ketika lebaran kemarin. Aku
cuma pengin bilang... faakkkk dengan semuanya. Ini bukan berati aku ga peduli
dengan pernikahan dan punya anak. Tentu saja aku sangat peduli dan ingin suatu
hari nanti akan terjadi sebagaimana mestinya.
Percayalah, hal terbaik saat
ini yang bisa dilakukan adalah bahagia dan mensyukuri banyak hal, tentunya
bersyukur sebagai jomblo. Karena yang sudah berpasanganpun belum tentu lebih bahagia
dari pada kita; sendirian, buku-buku yang bagus, kopi atau coklat panas,
jalan-jalan kesana kemari tanpa harus memikirkan ada yang perlu dikabari
(maksudnya pacar), liburan suka-suka, sendirian di pantai. Nikmati itu semua.
Bukan berarti ga berusaha cari jodoh, ga musti sedrama itu kan?. Ga melakukan apa-apa bukan berarti ga melakukan apa-apa, tapi lebih kepada membiarkan Tangan-Tangan tak terlihat mengerjakan tugasNya tentang apa dongeng kita.
Come what may :)